Dunia yang telah memasuki
era revolusi industri 4.0 nampaknya bukan lagi isapan jempol belaka. Berbagai
teknologi yang menjadi tanda dimulainya revolusi industri 4.0, sudah mulai
diterapkan di berbagai lini.
Salah satunya artificial
intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang semakin berkembang saat ini.
Bukan hanya untuk industri, AI juga dikembangkan untuk mempermudah kehidupan manusia
di aspek lainnya.
Perusahaan telekomunikasi
terbesar di Korea, KT, melengkapi sebuah hotel dengan kecerdasan buatan
awal tahun ini. Mereka memasang speaker pintar di kamar Novotel Ambassador
Hotel and Residences di Dongdaemun, Seoul.
Speaker pintar ini dapat
digunakan para tamu untuk menyalakan lampu, mengubah saluran televisi, hingga
memesan handuk di layanan kamar. Selain AI, terdapat empat teknologi lain yang
menjadi penopang industri 4.0, yakni internet of things, human-machine
interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi percetakan tiga
dimensi (3D).
Kelima teknologi tersebut
menjadi tanda bahwa di era ini industri akan memasuki dunia virtual serta
penggunaan mesin-mesin otomasi yang terintegrasi dengan jaringan internet. Efek
dari penerapan kelima teknologi ini adalah meningkatnya efisiensi produksi dan
terjadi peningkatan produktivitas serta daya saing.
Layaknya koin yang punya
dua sisi berbeda, industri 4.0 tak hanya membawa keuntungan bagi sektor
industri, tapi juga tantangan baru bagi para tenaga kerja.
Adanya otomasi atau
pemanfaatan robot dalam proses produksi manufaktur memungkinkan terjadinya
pengurangan tenaga kerja, walaupun jumlahnya tak signifikan. Untuk menghadapi
perubahan yang dibawa industri 4.0, Indonesia pun sudah bersiap mengantisipasinya.
Salah satunya dengan
meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui program link and
match antara pendidikan dan industri. Kebijakan link and match ini dilaksanakan
untuk memastikan agar kompetensi yang dimiliki SDM Indonesia sudah sesuai
dengan kebutuhan industri berbasis teknologi digital, seperti halnya revolusi
industri 4.0.
Generasi Milenial Tak
Luput dari Perubahan Sebagai salah satu SDM Indonesia, generasi milenial pun
tak luput dari perubahan yang dibawa revolusi industri 4.0. Generasi yang lahir
pada medio 1980-1999 ini harus bersiap dengan kondisi tersebut karena masa
depan industri dan manufaktur Indonesia berada di tangan mereka.
Tak hanya pintar dan
menguasai teori, mereka harus memiliki kemampuan belajar (learning ability)
tinggi untuk mengikuti perubahan yang berlangsung cepat. Terlebih bagi mereka
yang ingin bekerja di bidang teknik dan menjadi engineer. Untuk bisa memiliki
tingkat kemampuan belajar yang tinggi mereka harus melatihnya sejak dini saat
mulai masuk kuliah.
Dalam hal ini, lembaga
pendidikanlah yang memegang peran penting untuk membuat generasi milenial
memiliki kemampuan belajar yang tinggi. Ini berarti lembaga pedidikan harus
bisa mengasah kemampuan belajar mahasiswanya agar mampu mengikuti perubahan
yang terjadi dengan cepat. Dengan demikian mereka mampu menjawab tantangan yang
datang bersama industri 4.0.
Salah satunya, seperti
yang dilakukan Universitas Prasetiya Mulya di School of Applied STEM (Science
Technology Engineering & Mathematics). Lembaga pendidikan ini merancang
kurikulum yang melatih mahasiswanya untuk memiliki kemampuan belajar yang
tinggi sejak tahun pertama kuliah. Adapun untuk mendidik dan mendukung mahasiswanya
melahirkan inovasi-inovasi teknologi baru di kampus ini tersedia Collaborative
STEM Laboratories.
Vice Rector
for Academic Affairs Universitas Prasetiya Mulya Yudi
Samyudia mengatakan, bawah laboratorium tersebut merupakan gedung khusus
laboratorium STEM pertama yang dimiliki universitas swasta di Indonesia.
"Di laboratorium ini mahasiswa tidak hanya praktikum, tapi juga sebagai
tempat mereka merealisasikan ide-ide dan mengembangkannya menjadi prototipe
produk di Innovation Lab,".
![]() |
Dok. Universitas Prastiya Mulya |
Sebagai informasi,
Innovation Lab adalah bagian dari Collaborative STEM Laboratories. Di sini
mahasiswa STEM bisa berkolaborasi dengan mahasiswa dari jurusan lain di
Prasetiya Mulya untuk menciptakan inovasi bisnis startup berbasis sains dan
teknologi. Nah, untuk mendukung mereka menghasilkan inovasi-inovasi tersebut
Collaborative STEM Laboratories juga sudah dibekali peralatan berteknologi
mutakhir. Contohnya, Scanning Electron Microscope (SEM) dan mesin Miling CNC.
SEM merupakan alat yang dapat digunakan untuk melihat langsung pembesaran objek
hingga dua juta kali lipat. Sementara itu, dengan mesin Miling CNC mahasiswa
bisa membentuk prototipe suatu produk dari bahan kayu, logam, plastik, maupun
keramik.
Tidak berhenti disitu,
prototipe produk yang telah dihasilkan bisa dipamerkan melalui galeri yang
disediakan. Calon investor yang tertarik pun bisa mengembangkannya menjadi
bisnis. Dengan demikian, kata Yudi, selain bereksperimen mahasiswa juga akan
punya gambaran mengenai dunia kerja dan bisnis. Selain itu, inovasi teknologi
yang dihadirkan juga dapat diaplikasikan dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Hasilnya,
generasi milenial diharapkan bisa memiliki kemampuan yang mumpuni untuk mampu
bersaing dan mengantisipasi perubahan yang cepat di era Industri 4.0.
Sudah siapkah Anda menghadapi revolusi industri 4.0 ini?
Be Ready!!